"Jika matahari tampak diam, tidak bergerak, maka orang-orang akan bosan melihatnya" (Imam Syafii). Hal-hal yang tidak berubah juga demikian. Hal-hal yang stagnan juga bisa membuat jemu dan bosan.
Termasuk dalam bab hubungan suami-istri. Perlu ada perubahan, perlu ada variasi.
Syaikh Dr Abdul Karim Asy Syadzili dalam Juruat Minal Hub (Tamasya di Ranjang Asmara) menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang perlu mengalami perubahan dalam bab ini.
Tempat
Selama ini mungkin kita hanya membatasi tempat bercinta pada kamar tidur. Ini hal yang paling umum dan tidak ada yang salah. Namun, mengubah tempat, sesekali diperlukan sebagai bentuk variasi.
Kesepakatan dengan pasangan dapat menciptakan suasana baru, membentuk pengalaman baru dan melahirkan sensasi baru. Ia sekaligus bisa mendobrak kebosanan yang bisa jadi dirasakan oleh dua insan yang selama ini dihampiri kebosanan. Yang paling mudah adalah mengubah atau merenovasi kamar tersebut.
Pindah ke kamar anak-anak ketika mereka tidak ada di rumah bisa menjadi salah satu pilihan. Asalkan tidak meninggalkan bekas yang mencurigakan di sana. Syaikh Dr Abdul Karim Asy Syadzili bahkan menyarankan dapur atau ruang tamu sebagai tempat alternatif. Tentu saja, harus diperhatikan faktor keamanan, kenyamanan, dan adabnya.
Syaikh Dr Abdul Wahhab bin Nasir At Tariri pernah menjawab dalam rubrik konsultasi Onislam.net, bahwa kamar mandi (bukan WC) bisa pula menjadi salah satu tempat alternatif yang sesekali bisa dicoba. Syaikh Al Munajjid juga membolehkannya.
Cara lain yang bisa menjadi bentuk variasi adalah dengan menyewa kamar hotel. Mungkin pada saat rihlah (rekreasi) berdua atau secara khusus dimaksudkan sebagai agenda suami istri. Tentu alternatif ini jauh lebih mahal daripada alternatif-alternatif sebelumnya.
Waktu
Waktu berhubungan suami-istri sebenarnya tidak harus malam hari. Lalu mengapa kita membatasinya dan tidak membuat variasi?
Meskipun berdasarkan waktu terbaik hasil kompromi penelitian medis dan pandangan Islam adalah pukul 20.00-22.00 WIB, seluruh waktu bisa dimanfaatkan untuk melakukannya. Tentu dengan tidak melupakan faktor terhambatnya ibadah dan kenyamanan. Waktu adzan misalnya, sebaiknya dihindari agar tidak terlambat salat berjemaah.
Atau waktu menunggu pesawat take-off, tentu saja. Kalau tak mau ketinggalan pesawat. Ketinggalan delman bisa dikejar, lha ketinggalan pesawat, Anda bukan Superman hingga bisa mengejarnya. Selain tak mungkin pula mengetuk pintu pesawat yang sedang terbang, bukan?
Alquran sendiri mengisyaratkan banyak waktu yang bisa menjadi dimanfaatkan. Ketika menafsirkan Surat An Nur ayat 58, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tiga waktu yang disebutkan dalam ayat itu (sebelum salat Subuh, tengah hari dan setelah salat Isya) adalah waktuwaktu yang disukai para sahabat untuk bercinta.
Posisi dan Gaya
Surat Al Baqarah ayat 223 memberikan ruang kebebasan kepada suami-istri untuk tidak hanya terpaku pada satu posisi dan gaya. Istri diibaratkan seperti tanah tempat bercocok tanam, dan suami dipersilahkan mendatanginya dengan berbagai posisi dan gaya.
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu menghendakinya" (QS. Al Baqarah: 223)
Rasulullah juga mempersilahkan dalam sabda beliau, entah dari depan atau dari belakang. Asalkan tidak pada dubur dan tidak pada saat istri sedang haid.
"Datangilah dari depan dan dari belakang, namun jangan masuki dubur dan ketika waktu haid" (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Baihaqi; hasan). []
View: 15.1K
0 Comments